Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Tidak Ada Kategori

    Tes PCR Bikin Biaya Transportasi Bengkak, Warga Minta Subsidi - CNN Indonesia

    8 min read

     

    Tes PCR Bikin Biaya Transportasi Bengkak, Warga Minta Subsidi

    SUARA ARUS BAWAH

    Jumat, 29/10/2021 11:34

    Warga menyesalkan harga tes PCR masih tinggi lantaran bisa memicu pembengkakan ongkos transportasi di kala ekonomi belum stabil.

    Ilustras. Meski harganya sudah diturunkan, masyarakat tetap meminta harga tes Covid lebih rendah lagi. (CNN Indonesia / Andry Novelino)

    Jakarta, CNN Indonesia --

    Meski Pemerintah sudah menurunkan harga tes Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR), sejumlah warga masih menyesalkan lantaran tetap memicu pembengkakkan ongkos transportasi.

    Sebelumnya, Pemerintah mewajibkan syarat tes PCR dengan masa berlaku 2X24 jam bagi calon penumpang pesawat. Kebijakan itu menuai polemik lantaran dinilai tak adil.

    Pasalnya, kebijakan itu tak berlaku bagi moda transportasi lain, memperberat beban biaya angkutan, serta masa berlakunya menyulitkan calon penumpang.


    readyviewed Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 27 Oktober 2021 kemudian menurunkan tarif tertinggi tes PCR menjadi Rp275 ribu untuk Jawa-Bali, dan Rp300 untuk daerah luar Jawa-Bali.   Satgas Covid-19 pun memperpanjang masa berlaku tes PCR untuk moda transportasi udara dari 2x24 jam, menjadi 3x24 jam. Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga menyebut syarat tes PCR akan diperluas pemerintah secara bertahap ke moda transportasi lain.

    Kendati demikian, tidak sedikit masyarakat yang menyampaikan penolakan dan merasa harga tes PCR tersebut masih memberatkan.

    Puluhan ribu orang juga telah menandatangani petisi daring yang meminta pemerintah menghapus syarat wajib tes PCR dan mengembalikan opsi tes antigen pada moda transportasi udara.

    Berangkat dari polemik tersebut, CNNIndonesia.com lantas mencoba meminta tanggapan sejumlah warga terkait rencana penerapan tes PCR di seluruh moda transportasi tersebut.

    Romadhona (26), salah seorang pengemudi ojek daring, menyebut penurunan harga tes PCRitu masih belum terjangkaubagi kebanyakan masyarakat, termasuk dirinya.

    Ia mencontohkannyadengan ongkos pulang kampung dari Jakarta ke Solo. Dalam kondisi normal, tiket bus menuju Solo Rp200 ribu. Selama pandemi, dirinya harusmenambah biaya Rp100 ribu untuk biaya tes antigen.

    Jika tes PCRditerapkan bagi penumpang bus, dirinya harus merogoh kocek lebih dalam.

    Romadhona
    Pengemudi ojol Romadhona mengatakan biaya tes PCR bisa membuat ongkos pulang kampungnya membengkak. (CNN Indonesia/Taufiq Hidayatullah)
    Lihat Juga :

    "Itu baru ongkos untuk satu orang saja, belum kalau perginya sama istri dan orang tua, jadi berapa kali lipat udah," tuturnya kepada CNNIndonesia.com, di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (27/10).

    Romadhona lantas berharap pemerintah dapat mengkaji kembali rencana penerapan tes PCR tersebut. Jika pemerintah tetap memaksakan rencana tersebut, katanya, ia memprediksi banyak warga yang memilih bepergian menggunakan kendaraan pribadi.

    "Akhirnya malah lebih banyak yang tidak ke-tes nanti dan lebih berbahaya kan kalau seperti itu," ujarnya.

    Bersambung ke halaman berikutnya...


    Warga menyesalkan harga tes PCR masih tinggi lantaran bisa memicu pembengkakan ongkos transportasi di kala ekonomi belum stabil.

    Penjual minuman keliling, Yani, menyebut tarif PCR tetap tinggi di mata rakyat kecil. (Foto: CNN Indonesia/Taufiq Hidayatullah)

    Senada, penjual minuman keliling, Yani (46), mengaku paham dengan rencana perluasan penerapan PCR itu, terutama terkait alasan antisipasi lonjakan kasus Covid-19 di masa libur Natal dan Tahun Baru.

    Hanya saja, ia menyebut pemerintah juga harus bersikap adil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat kelas bawah.

    "Rakyat-rakyat kecil kayak kita mah gede banget angka segitu. Saya pulang ke Surabaya aja beli tiketnya yang seratus ribu," tuturnya, ketika ditemui di kawasan Pasar Senen, Jakarta.

    Terpisah, Beff (34), yang sehari-hari bekerja sebagai pemandu wisata, mengungkapkan kebijakan PCR itu bisa membuat pendapatannya terkikis.

    Pekerjaannya itu mengharuskan dia bepergian ke pelbagai daerah hampir tiap pekan.

    "Padahal sekarang ini saja saya sengaja beralih naik kereta agar menekan biaya tes Covid-19," ujarnya ketika ditemui, di Stasiun Pasar Senen.

    Beff

    Calon penumpang kereta Beff menyebut PCR bakal menghabiskan pendapatannya. (CNN Indonesia/Taufiq Hidayatullah)
    Lihat Juga :

    Imam (46), salah seorang pengemudi Bajaj yang biasa mangkal di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, juga mengaku kecewa dengan rencana pemerintah tersebut.

    Ia menilai persyaratan tersebut akan sangat memberatkan bagi masyarakat dan berdampak kepada dirinya.

    Selama ini, kata Imam, kebijakan tes antigen sebagai syarat perjalanan saja sudah menjadi beban tambahan di masyarakat. Menurut dia, penerapa tes bagi penumpang selama ini terbukti menurunkan intensitas masyarakat yang bepergian.

    Imam

    Pengemudi bajaj Imam mengaku terdampak dengan harga tinggi tes Covid-19 penumpang kereta. (CNN Indonesia/Taufiq Hidayatullah)

    "Akibatnya orang-orang kayak saya atau kuli panggul yang berharap sama penumpang kereta api juga yang terdampak," ujarnya.

    Yani dan Beff pun meminta pemerintah menurunkan harga PCR lebih rendah lagi atau bahkan menanggung biayanya alias subsidi jika tetap mewajibkan tes PCR.

    (tfq/arh)
    Komentar
    Additional JS