Fenomena Berburu Pakaian Bekas Impor, Pelaku Usaha Bagaikan Membeli Kucing Dalam Karung By Tribunnews
Fenomena Berburu Pakaian Bekas Impor, Pelaku Usaha Bagaikan Membeli Kucing Dalam Karung
:extract_focal()/https%3A%2F%2Ft-2.tstatic.net%2Fjateng%2Ffoto%2Fbank%2Fimages%2Fpedagang-pakaian-bekas-banyumas.jpg)
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Kebiasaan berburu pakaian bekas impor atau yang biasa disebut thrift shopping menjadi fenomena populer bagi kalangan anak muda.
Kegiatan thrifting ini digandrungi karena dianggap menghemat pengeluaran demi memenuhi kebutuhan membeli pakaian.
Tak jarang para pembeli mendapatkan pakaian bekas dengan merek ternama dan masih sangat layak pakai, namun dengan harga yang jauh lebih murah.
Sehingga tidak sedikit para pengusaha muda yang melihat hal ini menjadi peluang bisnis dari aktivitas thrifting.
Mereka biasanya berburu pakaian bekas untuk dijual kembali di online shop.
Pakaian hasil thrifting tersebut di-rebranding dan dipercantik tampilannya, sehingga dapat dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.
Namun, belum banyak dari para pelaku usaha jual beli baju bekas impor yang menyadari terkait aturan usaha perdagangan produk impor.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas menyatakan apabila pelaku usaha menjual pakaian bekas impor, maka pelaku usaha tersebut dapat diduga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Pada Pasal 8 ayat (2) UUPK, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
Sedangkan pada UU Perdagangan, pelaku usaha dapat dikenakan Pasal 35 ayat (1) huruf d, Pasal 36, dan Pasal 47 ayat (1), menyebutkan pemerintah menetapkan larangan perdagangan pakaian bekas impor untuk kepentingan nasional.
Aalasannya demi melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup.
Apalagi di masa pendemi Covid-19 saat ini dengan maraknya perdagangan pakaian bekas yang diduga mengandung banyak bibit penyakit dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Namun nyatanya potensi pasar dan penggemar pakaian bekas bermerk di Indonesia tetap dimanfaatkan oleh sejumlah pelaku usaha.
Salah satunya adalah pelaku usaha baju bekas impor asal Banyumas, Chandra Nur Khoirul (28) yang berpandangan usaha thrifting saat ini adalah peluang besar.
Alasannya adalah karena lifestyle gaya hidup para muda mudi yang gemar belanja, suka mencari brand terkenal dengan harga murah.
"Barang-barang thrifting itu unik dan langka, biasanya barangnya beda-beda dengan yang ada di pasaran. Meskipun memang berbisnis usaha pakaian bekas impor ini seperti membeli kucing dalam karung, kita tidak tahu kondisi di dalamnya seperti apa," terangnya kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (1/1/2022).
Chandra menjelaskan ia biasanya membeli satu bal pakaian bekas impor dari kenalan distributor dari Bandung atau Depok.
Dalam satu bal itu berisi kurang lebih 50 pakaian bekas yang tidak semua dalam kondisi bagus.
"Tidak semua barang bagus, jadi pasti ada saja yang zonk, satu dua atau tiga ada yang seperti robek, ada noda, tapi kalau masih bisa dibersihkan dan diperbaiki. Tapi kalau beruntung bisa juga dapat pakaian yang benar masih terlihat baru dan ada labelnya," imbuhnya.
Dari satu bal berisi 50 piece itu, ia mengaku mengeluarkan modal sebesar Rp 1.1 juta dengan keuntungan bisa dua kali lipat dari modal awal tersebut.
Meski diakuinya kadang dia menemukan dalam satu bal itu tidak sepenuhnya barang asli impor, karena ternyata ada juga barang campuran produk Indonesia.
"Jadi tidak melulu dari luar, barang impornya, biasanya jaket paling banyak kemudian ada juta outer cewe. Saya jual kembali ke online shop, konsumen saya paling jauh ke Jakarta," imbuhnya.
Terkait perilaku orang membeli pakaian bekas impor, ada fakta bahwa ternyata, orang yang membeli pakaian bekas impor bukan hanya datang dari kalangan berkantong cekak.
Tetapi juga mereka yang berkantong tebal pun terkadang memanfaatkannya membeli barang bekas.
Alasannya, antara lain karena kualitas lebih bagus dibandingkan produksi lokal, kemudian modelnya yang keren-keren.
Salah seorang pembeli sekaligus penggemar pakaian bekas impor, Puput Citra (26) mengaku senang dengan Produk-produk impor tersebut.
Menurutnya, meskipun ada kecacatan atau kekurangan tapi dia masih mentolerir karena harga dan kualitas yang bagus.
"Kalau kerusakannya minor atau sedikit seperti ada noda kecil dan jahitan kurang rapi saya tidak masalah.
Karena barang thrifting itu lebih limited jarang ada yang modelnya sama.
Meskipun saya biasanya berebut dengan pembeli lain, kalau tidak begitu kita tidak dapat," katanya.
Saat ini masyarakat menjadi kebiasaan membeli pakaian bekas impor.
Bisnis itu pun kemudian tumbuh subur, padahal impor pakaian bekas dilarang pemerintah.
Menyikapi adanya fenomena gaya hidup belanja pakaian bekas impor ini, Penyuluh Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Banyumas, Didik H menyatakan sampai saat ini dinas masih dalam tahap pemantauan.
"Terkait ada pakaian bekas impor atau reject memang belum melangkah sampai kesana. Selain karena memang di Banyumas tidak ada pintu masuk khusus akses ekspor impor. Jadi selama ini pantauan di propinsi saja karena ada pelabuhan Tanjung mas," ungkapnya.
Ia mengatakan memang tidak ada kewajiban melaporkan bagi para pelaku usaha itu dan tidak ada sanki bila memang tidak melapor.
Pihaknya mengaku masih sebatas mengetahui dan memantau belum ada kebijakan khusus akan hal itu.
Bila ada urgensi yang berdampak secara langsung pada masyarakat maka akan dikonsultasikan dengan Pemkab secepatnya.
"Mungkin dilihat dari urgensinya bisa saja menjadi penyebaran virus itu semua bisa menjadi penyebab. kedepannya rencana akan koordinasikan lebih lanjut selaku dinas dengan Asekbang atau bagian hukum," ungkapnya.
Meskipun, terbentur dengan aturan larangan perdagangan impor barang bekas, nyatanya
selama ini belum ada komplain dari konsumen.
Fenomena belanja barang bekas impor menjadi evaluasi pihaknya juga bagaimana meningkatkan kecintaan terhadap produk dalam negeri.
Ia berharap agar para pembeli dapat lebih mencintai produk asli dan buatan lokal Indonesia.
Sehingga para pengusaha produk asli Indonesia dapat terus berkembang dan meningkatkan perekonomian warga. (*)