Simalakama Sanksi untuk Rusia, Barat Dipredisi Akan Kekurangan BBM, AS Kini Dekati Negara Miskin Ini - Serambinews
Simalakama Sanksi untuk Rusia, Barat Dipredisi Akan Kekurangan BBM, AS Kini Dekati Negara Miskin Ini - Serambinews.com

Penulis: Afif Khoirul M
SERAMBINEWS.COM - Barat diprediksi akan kekurangan Bahan Bakar Minyak usai menjatuhkan sanksi untuk Rusia.
Pasalnya, Rusia akan menghentikan ekspor ke barat.
Ternyata, sanksi untuk Rusia malah jadi buah simalakama bagi dunia Barat, Amerika Serikat bahkan dibuat pusing tujuh keliling.
Baru-baru ini malahan AS mendekati negara miskin yang pernah mereka beri sanksi agar mau menjual minyknya.
Dua diplomat senior AS baru-baru ini melakukan kunjungan ke Caracas, Venezuela, selama akhir pekan.
Hal ini dilihat sebagai tanda bagaimana keseimbangan geopolitik dapat berubah setelah Rusia meluncurkan kampanye militer di Ukraina.
Direktur senior Dewan Keamanan Nasional AS Juan Gonzalez dan kepala departemen urusan Venezuela James Story mengadakan pertemuan dengan Presiden Nicolas Maduro dan istrinya pada 5 Maret.
Ini adalah pertukaran diplomatik pertama sejak kedua negara memutuskan hubungan pada 2019.
Berita acara tersebut berfokus pada kemungkinan Gedung Putih akan mencabut beberapa sanksi yang dikenakan pada industri minyak Venezuela dalam beberapa tahun terakhir untuk menggantikan minyak dari Rusia.
Venezuela memiliki cadangan minyak terbesar di dunia, dan di masa lalu sebagian besar minyak mentahnya dijual ke kilang dan petrokimia di Amerika Serikat.
Dalam pertemuan tersebut, Maduro menegaskan bahwa Venezuela ingin meningkatkan produksi minyak, dalam rangka penurunan ekspor minyak Rusia karena larangan AS.
"Kami siap untuk melanjutkan produksi. Satu, dua, atau tiga juta barel, semuanya! Semuanya atas nama perdamaian," kata Maduro.
Produksi minyak Venezuela berada pada titik terendah sepanjang masa, setelah bertahun-tahun salah urus dan kilang diabaikan.
Menurut para ahli, mungkin diperlukan beberapa tahun dan miliaran dolar dalam investasi untuk memulihkan ekspor minyak Venezuela seperti sebelumnya.
"Venezuela tidak dapat berkontribusi banyak, karena industri minyak dan gas telah hancur," José Toro Hardy, seorang ekonom Venezuela terkemuka, mengatakan kepada Forbes.
Menurut data pakar ini, dibutuhkan investasi sekitar 250 miliar USD dan butuh 7-8 tahun untuk mengembalikan industri migas seperti semula, yang mencapai puncaknya 3,5 juta barel per hari pada 1998.
Presiden Maduro mengklaim bahwa negaranya memproduksi sekitar 1 juta barel minyak mentah per hari, tetapi laporan OPEC menunjukkan bahwa produksi Venezuela pada Januari hanya sekitar 668.000 barel.
Pada Desember 2018, tidak lama sebelum pemerintahan mantan Presiden Donald Trump melarang impor minyak untuk menghukum pemerintah Maduro, AS mengimpor sekitar 200.000 barel per hari dari Venezuela.
Oleh karena itu, Gedung Putih membutuhkan solusi jangka pendek lain untuk menurunkan harga minyak dalam waktu dekat, untuk menggantikan 245.000 barel minyak mentah per hari yang dibelinya dari Rusia setelah larangan itu diberlakukan.
Sumber lain yang juga bisa menutupi kekurangan dari Rusia adalah Iran.
Namun, upaya untuk mencapai kesepakatan nuklir dengan Teheran menghadapi kendala.
Pada 8 Maret, Wakil Menteri Luar Negeri AS Victoria Nuland mengatakan bahwa Iran sedang berusaha meningkatkan kondisi untuk dapat menyetujui kesepakatan itu.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sebelumnya mengatakan bahwa Moskow tetap berkomitmen untuk menyelamatkan kesepakatan dengan Iran.
Meskipun Rusia menginginkan jaminan tertulis bahwa sanksi Barat yang dikenakan pada Rusia atas operasi di Ukraina tidak akan mempengaruhi perjanjian di masa depan antara Rusia dan Iran.
Nuland mengatakan "tidak" ketika ditanya selama dengar pendapat di Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS apakah pemerintah akan memastikan Rusia dapat bertukar perdagangan, investasi, dan kerja sama militer dengan Iran tanpa sanksi.
Namun, Menteri Luar Negeri Blinken menekankan bahwa kesepakatan nuklir Iran dan masalah Ukraina sama sekali berbeda.