Kesampingkan Sanksi Barat, Arab Saudi Beri Sinyal Dukung Rusia di OPEC+ - Tribunnews
4 min read
Kesampingkan Sanksi Barat, Arab Saudi Beri Sinyal Dukung Rusia di OPEC+
Senin, 23 Mei 2022 - 12:18 WIB

Arab Saudi mengisyaratkan akan mendukung Rusia sebagai anggota produsen minyak OPEC + meskipun Barat terus memperketat sanksi terhadap Moskow. Foto/Dok
A A A
RIYADH - Arab Saudi mengisyaratkan akan mendukung Rusia sebagai anggota produsen minyak OPEC + meskipun Barat terus memperketat sanksi terhadap Moskow. Sementara itu Uni Eropa (UE) bersiap menerapkan embargo impor minyak Rusia sebagai respons invasi di Ukraina.
Menteri Energi Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan, kepada Financial Times bahwa Riyadh berharap "bisa mencapai kesepakatan dengan OPEC + ... yang di dalamnya termasuk Rusia," terangnya.
Ia juga bersikeras, dunia harus menghargai nilai-nilai dari aliansi produsen. Baca Juga:Ogah Genjot Produksi, OPEC Menampar Eropa di Tengah Rencana Embargo Minyak Rusia
Kesepakatan produksi minyak mentah baru masuk dalam agenda pertemuan selanjutnya OPEC +, karena kuota yang diberlakukan pada April 2020 akan berakhir dalam tiga bulan. Di sisi lain konsumen energi sedang bergulat dengan harga minyak pada level tertinggi dalam satu dekade.
Pernyataan Pangeran Abdulaziz menjadi sinyal penting dukungan bagi Rusia dari sekutu tradisional Amerika Serikat (AS) ketika Barat mencoba untuk mengisolasi negara itu. Produksi minyak Rusia diketahui mengalami penyusutan, menimbulkan pertanyaan tentang posisinya di dalam OPEC +.
Riyadh sendiri telah menolak tekanan Barat untuk meningkatkan produksi minyak mentah sebagai upaya membantu menurunkan harga minyak dunia setelah invasi Rusia ke Ukraina. Sedangkan Arab Saudi bersikeras tidak ada kekurangan pasokan.
Menteri Energi Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan, kepada Financial Times bahwa Riyadh berharap "bisa mencapai kesepakatan dengan OPEC + ... yang di dalamnya termasuk Rusia," terangnya.
Ia juga bersikeras, dunia harus menghargai nilai-nilai dari aliansi produsen. Baca Juga:Ogah Genjot Produksi, OPEC Menampar Eropa di Tengah Rencana Embargo Minyak Rusia
Kesepakatan produksi minyak mentah baru masuk dalam agenda pertemuan selanjutnya OPEC +, karena kuota yang diberlakukan pada April 2020 akan berakhir dalam tiga bulan. Di sisi lain konsumen energi sedang bergulat dengan harga minyak pada level tertinggi dalam satu dekade.
Pernyataan Pangeran Abdulaziz menjadi sinyal penting dukungan bagi Rusia dari sekutu tradisional Amerika Serikat (AS) ketika Barat mencoba untuk mengisolasi negara itu. Produksi minyak Rusia diketahui mengalami penyusutan, menimbulkan pertanyaan tentang posisinya di dalam OPEC +.
Riyadh sendiri telah menolak tekanan Barat untuk meningkatkan produksi minyak mentah sebagai upaya membantu menurunkan harga minyak dunia setelah invasi Rusia ke Ukraina. Sedangkan Arab Saudi bersikeras tidak ada kekurangan pasokan.
Pangeran Abdulaziz mengatakan, masih terlalu dini untuk mengatakan seperti apa perjanjian baru mengingat ketidakpastian di pasar. Tapi Ia menambahkan, bahwa OPEC + akan meningkatkan produksi "jika permintaan meningkat".
"Dengan malapetaka yang Anda lihat sekarang, terlalu dini untuk mencoba menentukan (kesepakatan)," kata Pangeran Abdulaziz dalam sebuah wawancara.
"Tapi apa yang kita tahu adalah apa yang telah berhasil kita berikan sudah cukup untuk mengatakan sejauh ini ada manfaat, ada nilai di sana, bekerja sama," lanjutnya.
OPEC + sejauh ini berpegang pada perjanjian 2020, di mana anggota aliansi meningkatkan total produksi setiap bulan dengan jumlah sekitar 430.000 barel per hari.
Tetapi output Rusia telah turun sejak awal perang Ukraina, dari sekitar 11 juta barel per hari pada bulan Maret menjadi rata-rata 10 juta barel per hari pada bulan April, menurut penyedia data OilX.
Badan Energi Internasional memperkirakan, kejatuhan itu bisa semakin dalam hingga 3 juta barel per hari jika kekuatan Barat memberlakukan sanksi yang lebih keras untuk mengurangi ketergantungan Eropa pada energi Rusia. Termasuk kemungkinan larangan Uni Eropa pada impor minyak.
India bagaimanapun, telah meningkatkan impor minyak Rusia sejak perang dimulai. Minyak mentah Brent, yang menjadi patokan internasional diperdagangkan pada posisi sekitar USD112 per barel pekan lalu.
Baca Juga: Beli Gas Rusia, Jerman dan Italia Kasih Restu Perusahaan Energi Buka Rekening Rubel
Arab Saudi, pemimpin de facto OPEC dan pengekspor minyak utama dunia, telah mengkoordinasikan kuota produksi minyak dengan Rusia, sejak 2016, melalui OPEC +.
Kerajaan telah berusaha untuk memilih netral sejak Rusia menginvasi Ukraina. Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah berbicara dua kali dengan Putin sejak invasi dan bulan ini dia dan Raja Salman mengucapkan selamat kepada pemimpin Rusia pada hari negara itu menandai kemenangan Soviet atas Nazi Jerman.
Pangeran Abdulaziz menyalahkan, melonjaknya harga di pompa bensin karena kurangnya kapasitas penyulingan global dan pajak. "Penentu pasar adalah kapasitas kilang, dan bagaimana Anda membukanya," katanya.
"Setidaknya selama tiga tahun terakhir, seluruh dunia kehilangan sekitar 4 juta barel kapasitas penyulingan, 2,7 juta di antaranya sejak awal Covid," jelasnya.